Kamis, 25 April 2013

Berikut foto "morning glory" waduk jatiluhur. Bangunan yang seperti lubang besar di permukaan air itu lah yang berfungsi untuk mengeluarkan kelebihan air waduk. Jarak dari bibir pelimpas ke muka tanggul utama (tinggi jagaan) masih ada 7 meter lagi. Air yang keluar melalui lubang pelimpas itu yang mengalir ke sungai citarum.
Berikut foto "morning glory" waduk jatiluhur. Bangunan yang seperti lubang besar di permukaan air itu lah yang berfungsi untuk mengeluarkan kelebihan air waduk. Jarak dari bibir pelimpas ke muka tanggul utama (tinggi jagaan) masih ada 7 meter lagi. Air yang keluar melalui lubang pelimpas itu yang mengalir ke sungai citarum.

Jumat, 05 April 2013

TUMPANGAN AIR



Tumpangan air
Peperomia pellucida.jpg
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
(tidak termasuk) Magnoliids
Ordo: Piperales
Famili: Piperaceae
Genus: Peperomia
Spesies: P. pellucida
Nama binomial
Peperomia pellucida
L.
Sinonim
Peperomia exigua
Peperomia translucens
Piper pellicudum L.
Tumpangan air (Peperomia pellucida) adalah terna kecil semusim dan berakar dangkal yang mudah ditemukan tumbuh liar di tepi saluran air atau pematang dan taman. Ukurannya 15 sampai 45 cm. Batangnya sukulen (berair), cerah, berdaging, demikian pula daunnya yang agak tebal tapi lunak.

Habitat

Tumbuhan yang tumbuh sepanjang waktu di bagian agak teduh dan lembap. Ia dikenal di Asia dan Amerika. Tumbuhan ini sangat mudah tumbuh dan menghasilkan banyak biji.

Kegunaan

Seluruh bagiannya dapat dimakan, tetapi kebanyakan dikenal dari manfaat pengobatannya.
Efek farmakologinya adalah sebagai analgesik (pengurang rasa sakit) dan antiradang (antiinflammatory), diduga terkait dengan efeknya pada sintesis prostaglandin pada tubuh manusia.
Ia diketahui pula memiliki efek antibiotik spektrum luas, ditunjukkan pada pengaruhnya dalam menekan Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Pseudomonas aeruginosa, and Escherichia coli. Ekstrak daun keringnya dalam kloroform diketahui menghambat fungi Trichophyton mentagrophytes..
Dalam pengobatan tradisional, tumpangan air dikenal sebagai bagian dalam pengobatan sakit perut, bengkak, jerawat, kolik, pegal-pegal, sakit kepala, gangguan kemih, dan sakit sendi karena reumatik..

Di Asia Tenggara, seduhan tumbuhan ini dipakai untuk mengurangi asam urat dan mengobati gangguan kemih. Ia juga digunakan sebagai pembalur untuk jerawat.

MAHKOTA DEWA

Buah mahkota dewa
Pohon Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) dikenal sebagai salah satu tanaman obat di Indonesia. Asalnya dari Papua/Irian Jaya.
Buah mahkota dewa mengandung beberapa zat aktif seperti:
  • Alkaloid, bersifat detoksifikasi yang dapat menetralisir racun di dalam tubuh
  • Saponin, yang bermanfaat sebagai:
    • sumber anti bakteri dan anti virus
    • meningkatkan sistem kekebalan tubuh
    • meningkatkan vitalitas
    • mengurangi kadar gula dalam darah
    • mengurangi penggumpalan darah
  • Flavonoid
    • melancarkan peredaran darah ke seluruh tubuh dan mencegah terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah
    • mengurangi kandungan kolesterol serta mengurangi penumbunan lemak pada dinding pembuluh darah
    • mengurangi kadar risiko penyakit jantung koroner
    • mengandung antiinflamasi (antiradang)
    • berfungsi sebagai anti-oksidan
    • membantu mengurangi rasa sakit jika terjadi pendarahan atau pembengkakan
  • Polifenol
Tanaman atau pohon mahkota dewa seringkali ditanam sebagai tanaman peneduh. Ukurannya tidak terlalu besar dengan tinggi mencapai 3 meter, mempunyai buah yang berwarna merah menyala yang tumbuh dari batang utama hingga ke ranting.
Untuk memperpanjang masa simpan buah mahkota dewa, dapat dilakukan pengawetan dengan beberapa cara antara lain pendinginan, pengalengan, dan pengeringan. Pengeringan yang dilakukan pada buah mahkota dewa bertujuan mengurangi kadar air dalam bahan, sehingga air yang tersisa tidak dapat digunakan sebagai media hidup mikroba perusak yang ada di dalam bahan tersebut, dengan kata lain dapat memperpanjang masa simpan buah mahkota dewa tersebut. Kondisi pengeringan yang tepat akan menentukn mutu hasil pengeringan yang tinggi. [1]
Buah mahkota dewa yang ada di pohon

Nama Lain

  • Makuto Rojo
  • Makuto Ratu
  • Obat Dewa
  • Pau (Obat Pusaka)
  • Crown of God
  • Boh Anggota Dewan
  • Simalakama (bahasa malayu)


GINGSENG


?Ginseng
Daun dan buah Panax quinquefolius
Daun dan buah Panax quinquefolius
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Apiales
Famili: Araliaceae
Upafamili: Aralioideae
Genus: Panax
L.
Spesies
Subgenus Panax
Section Panax
Series Notoginseng
Panax notoginseng
Series Panax
Panax bipinnatifidus
Panax ginseng
Panax japonicus
Panax quinquefolius
Panax vietnamensis
Panax wangianus
Panax zingiberensis
Section Pseudoginseng
Panax pseudoginseng
Panax stipuleanatus
Subgenus Trifolius
Panax trifolius
Ginseng (Panax) adalah sejenis terna berkhasiat obat yang termasuk dalam suku Araliaceae. Ginseng tumbuh di wilayah belahan bumi utara terutama di Siberia, Manchuria, Korea, dan Amerika Serikat. Jenis ginseng tropis dapat ditemukan di Vietnam, yaitu Panax vietnamensis. Nama "ginseng" diambil dari bahasa Inggris, yang dibaca mengikuti lafal Bahasa Kantonis, jên shên, dalam bahasa Mandarin dibaca "ren shen", "人蔘" (duplikat manusia), karena bentuk akar yang menyerupai manusia.
Ginseng digunakan dalam pengobatan tradisional. Akar tanaman ini dapat memperbaiki aliran dan meningkatkan produksi sel darah merah, serta membantu pemulihan dari penyakit.
Di Indonesia terdapat juga tumbuhan yang memiliki khasiat sama dengan ginseng yaitu ginseng Jawa atau som jawa, Talinum paniculatum Gaertn. dan kolesom, Talinum triangulare Wild. Di dalam pengobatan tradisional akarnya dicampur dengan berbagai jenis obat dan yang paling terkenal dalam bentuk campuran anggur. Kajian mengenai khasiat dan kegunaanya telah dilakukan untuk menjadikan kolesom sebagai ginseng Indonesia.


Panax schinsen atau ginseng korea adalah jenis ginseng yang berasal dari Korea.
Orang Korea menyebut ginseng sebagai insam. Di Korea, Panax schinsen liar yang tumbuh di hutan-hutan lebat pegunungan dinamakan sansam (ginseng gunung). Sansam adalah ginseng liar, sementara insam adalah ginseng yang dibudidayakan.
Walau kapan pertama kali ginseng dibudayakan di Korea tak diketahui, namun kualitasnya sudah diketahui sejak lama.Salah satu produknya dikenal dengan nama goryeo insam (ginseng goryeo/ginseng korea).
Ginseng korea berkualitas baik dikarenakan ditanam pada tanah subur dengan iklim yang mendukung. Sejak lama orang Korea menghargai ginseng dan berusaha keras memilikinya. Seseorang yang mencari ginseng liar di gunung dan menjualnya dinamakan sinamani (penggali ginseng liar).
Karena mengaggap sansam adalah hadiah dewa gunung (sansin), sebelum menggali ginseng mereka berdoa terlebih dahulu kepada dewa gunung dan berhati-hati dalam berkata dan bertindak. Jika menemukan sansam, mereka akan berteriak "sim bwatda" (saya sudah menemukannya), lalu melakukan ritual kepada dewa gunung sebelum menggalinya dengan hati-hati.
Dalam mitologi Korea, sansam adalah obat penyembuh yang dihadiahkan dewa. Ia bahkan hidup dan bisa berbicara. Pada saat ini, insam sudah dibudidayakan secara luas karena khasiatnya bagi manusia, antara lain efektif melawan kanker dan penyakit, sebagai tonik, bahan makanan, minuman kesehatan dan sebagainya.

GAMBIR

?Gambir
Uncaria gambir - Köhler–s Medizinal-Pflanzen-275.jpg
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Gentianales
Famili: Rubiaceae
Genus: Uncaria
Spesies: U. gambir
Nama binomial
Uncaria gambir
(Hunt.) Roxb.
Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan yang berasal dari ekstrak remasan daun dan ranting tumbuhan bernama sama (Uncaria gambir Roxb.). Di Indonesia gambir pada umumnya digunakan pada menyirih. Kegunaan yang lebih penting adalah sebagai bahan penyamak kulit dan pewarna. Gambir juga mengandung katekin (catechin), suatu bahan alami yang bersifat antioksidan. India mengimpor 68% gambir dari Indonesia, dan menggunakannya sebagai bahan campuran menyirih.
Gambir dihasilkan pula dari tumbuhan U. acida.

Pemerian tumbuhan

Tumbuhan perdu setengah merambat dengan percabangan memanjang. Daun oval, memanjang, ujung meruncing, permukaan tidak berbulu (licin), dengan tangkai daun pendek. Bunganya tersusun majemuk dengan mahkota berwarna merah muda atau hijau; kelopak bunga pendek, mahkota bunga berbentuk corong (seperti bunga kopi), benang sari lima, dan buah berupa kapsula dengan dua ruang.[1]

Budidaya

Gambir dibudidayakan pada lahan ketinggian 200-800 m di atas permukaan laut. Mulai dari topografi agak datar sampai di lereng bukit. Biasanya ditanam sebagai tanaman perkebunan di pekarangan atau kebun di pinggir hutan. Budidaya biasanya semiintensif, jarang diberi pupuk tetapi pembersihan dan pemangkasan dilakukan. Di Sumatra kegiatan penanaman ini sudah mengganggu kawasan lindung.

Produk

Gambir adalah ekstrak air panas dari daun dan ranting tanaman gambir yang disedimentasikan dan kemudian dicetak dan dikeringkan. Hampir 95% produksi dibuat menjadi produk ini, yang dinamakan betel bite atau plan masala. Bentuk cetakan biasanya silinder, menyerupai gula merah. Warnanya coklat kehitaman. Gambir (dalam perdagangan antarnegara dikenal sebagai gambier) biasanya dikirim dalam kemasan 50kg. Bentuk lainnya adalah bubuk atau "biskuit". Nama lainnya dalah catechu, gutta gambir, catechu pallidum (pale catechu).
Daerah penghasil utama adalah Sumatra bagian tengah dan selatan. Harga jualnya di tingkat petani per kg adalah IDR5.000 hingga IDR20.000; di pasaran ekspor harganya berkisar dari USD1,46 hingga USD2,91. Ekspor gambir juga menunjukkan pertumbuhan yang baik.
Umumnya, gambir dikenal berasal dari Sumatera Barat. Terutama dari Kabupaten 50 Kota,Pesisir selatan(kec koto XI Tarusan Desa siguntur muda). Sebagai sentra penghasil gambior, Kabupaten 50 Kota merupakan lokasi yang strategis dan cocok untuk investor perkebunan.

Kegunaan dan kandungan

Kegunaan

Kegunaan utama adalah sebagai komponen menyirih, yang sudah dikenal masyarakat kepulauan Nusantara, dari Sumatra hingga Papua sejak paling tidak 2500 tahun yang lalu. Diketahui, gambir merangsang keluarnya getah empedu sehingga membantu kelancaran proses di perut dan usus. Fungsi lain adalah sebagai campuran obat, seperti sebagai luka bakar, obat sakit kepala, obat diare, obat disentri, obat kumur-kumur, obat sariawan, serta obat sakit kulit (dibalurkan); penyamak kulit; dan bahan pewarna tekstil.
Fungsi yang tengah dikembangkan juga adalah sebagai perekat kayu lapis atau papan partikel. Produk ini masih harus bersaing dengan sumber perekat kayu lain, seperti kulit kayu Acacia mearnsii, kayu Schinopsis balansa, serta kulit polong Caesalpinia spinosa yang dihasilkan negara lain.

Kandungan

Kandungan yang utama dan juga dikandung oleh banyak anggota Uncaria lainnya adalah flavonoid (terutama gambiriin), katekin (sampai 51%), zat penyamak (22-50%), serta sejumlah alkaloid (seperti gambirtannin dan turunan dihidro- dan okso-nya.[2] Selain itu gambir dijadikan obat-obatan modern yang diproduksi negara jerman, dan juga sebagai pewarna cat, pakaian.

Penyebaran

Bila ditinjau dari ketersediaan lahan di Sumatera Barat maka terlihat adanya keterbatasan. Sekitar 60 persen dari lahan yang ada merupakan perbukitan dan lahan miring dan 15 persen saja yang telah disepakati untuk lahan pertanian. Secara keseluruhan hanya tersedia sekitar 450000 ha lahan yang potensial untuk perluasan tanaman perkebunan.
Di Sumatera Barat tanaman gambir tumbuh dengan baik didaerah Limapuluh Kota, Pesisir Selatan dan daerah tingkat II lainnya. Di Kabupaten Limapuluh Kota sebanyak 11937 Ha dengan produksi 7379 ton pertahun. Di Kabupaten Pesisir Selatan sebanyak 2469 Ha dengan produksi 688 ton pertahun dan Kabupaten lainnya seluas 175 Ha yang sebahagian besar belum berproduksi.
Luas di atas potensial dan memenuhi skala ekonomi untuk dikembangkan. Jumlah unit usaha pengolahan gambir di Sumatera Barat tercatat sebanyak 3571 unit dengan tenaga kerja 6908 orang dan investasi Rp 1029614000. Data produksi gambir di Sumatera Barat sebenarnya belum tersedia dengan lengkap, khususnya untuk konsumsi dalam negeri. Bila berpedoman kepada angka produksi tahun 1997 dan angka ekspor pada tahun yang sama maka 98 persen produksi gambir diekspor dan 2 persen dikonsumsi dalam negeri.
Di negara lain juga ada produk sejenis gambir yang ditawarkan seperti tannin dari kulit kayu Acacia mearnsii, kayu Schinopsis balansa. Pada tahun 1983 diproduksi 10000 ton perekat berbasis tannin Acacia mearnsii di Afrika Selatan. Di New Zealand telah mulai produksi tiap tahunnya 8000 ton perekat berbasis tannin dari kulit kayu Pinus radiata. Di Peru diproduksi Tara tannin dari kulit buah Caesalpinia spinosa yang juga akan dijadikan bahan baku perekat.
Prospek gambir sebagai bahan baku perekat untuk bahan berbasis kayu atau bahan berlignosellulosa lainnya terlihat ada. Sebagai langkah awal penulis telah mendaftarkan paten pada Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan judul “Proses gambir sebagai bahan baku perekat dengan nomor P 00200200856” dengan memanfaatkan insentif dari Kementerian Riset dan Teknologi.
Gambir dapat juga dijadikan sebagai bahan baku utama perekat perekat kayu lapis dan papan partikel. Bila gambir yang diekspor tersebut digunakan sebagai bahan baku perekat kayu lapis di dalam negeri maka baru akan memenuhi kebutuhan tiga pabrik kayu lapis yang berkapasitas 5000-6000 m3/bulan. Hal ini akan masih tetap terlalu sedikit dibanding kebutuhan pabrik kayu lapis dan papan partikel yang ada di Pulau Sumatra. Dan gambir dapat diolah di dalam negeri menjadi bentuk yang lain dari sekarang, seperti bentuk biskuit dan tepung gambir sesuai dengan permintaan pasar dunia. Negara India saja membutuhkan gambir sebanyak 6000 ton pertahun. Terlihat bahwa prospek luar negeri masih terbuka.
Ditinjau dari aspek konservasi ditemui juga penanaman pada lahan termasuk areal kawasan lindung dengan salah satu ciri kelerangan diatads 40 persen. Di Kabupaten Limapuluh Kota terutama perkebunan gambir ada di Kecamatan Kapur IX, Mahat, Pangkalan Koto Baru dan Suliki Gunung Mas. Kapur IX merupakan kecamatan penghasil gambir terbesar (hampir 2/3 total produksi) dengan wilayah utama yaitu Nagari Sialang. Areal penanaman gambir tersebut sebahagian besar berasal pada Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Kampar Kanan dan DAS Mahat.
Berdasarkan peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK), fungsi kawasan hutan kedua Sub DAS tersebut adalah 64,30 persen sebagai kawasan lindung dan 35,70 persen sebagai kawasan yang boleh diusahakan (kawasan eksploitasi). Kawasan lindung tersebut terdiri dari 61,37 persen (204412 Ha) sebagai hutan lindung dan 2,93 persen sebagai hutan suaka alam.

JOHAR

?Johar
Bunga dan daun-daun johar, Senna siameaDarmaga, Bogor
Bunga dan daun-daun johar, Senna siamea
Darmaga, Bogor
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Upakelas: Rosidae
Ordo: Fabales
Famili: Fabaceae
Upafamili: Caesalpinioideae
Genus: Senna
Spesies: S. siamea
Nama binomial
Senna siamea
(Lamk.) Irwin et Barneby
Sinonim
  • Cassia siamea Lamk.
  • Cassia florida Vahl
  • Senna sumatrana Roxb.
Johar atau juar adalah nama sejenis pohon penghasil kayu keras yang termasuk suku Fabaceae (=Leguminosae, polong-polongan). Pohon yang sering ditanam sebagai peneduh tepi jalan ini dikenal pula dengan nama-nama yang mirip, seperti juwar (Btw., Jw., Sd.), atau johor (Mly.). Di Sumatra, pohon ini dinamai pula bujuk atau dulang. Dalam bahasa Inggris tumbuhan ini disebut dengan beberapa nama seperti black-wood cassia, Bombay blackwood, kassod tree, Siamese senna dan lain-lain. Nama ilmiahnya, siamea, merujuk pada tanah asalnya, yakni Siam atau Thailand.

Pengenalan

Pohon, tinggi 2 - 20 (-30)m; dengan batang lurus dan pendek, gemang jarang melebihi 50cM Pepagan (kulit batang) berwarna abu-abu kecoklatan pada cabang yang muda; percabangan melebar membentuk tajuk yang padat dan membulat.
Daun menyirip genap, 10 — 35 cm panjangnya; dengan tangkai bulat torak sepanjang 1,5 — 3,5 cm yang beralur dangkal di tengahnya; poros daun tanpa kelenjar; daun penumpu meruncing kecil, lk. 1 mm, lekas rontok. Anak daun 4 — 16 pasang, agak menjangat, jorong hingga jorong-bundar telur, 3 — 8 cm × 1 — 2,5 cm, panjang 2 — 4 × lebarnya, pangkal dan ujungnya membulat atau menumpul, gundul dan mengkilap di sisi atas, dengan rambut halus di sisi bawah.
Polong johar
Bunga terkumpul dalam malai di ujung ranting, panjang 15 — 60 cm, berisi 10 — 60 kuntum yang terbagi lagi ke dalam beberapa tangkai (cabang) malai rata. Kelopak 5 buah, oval membundar, 4 — 9 mm, tebal dan berambut halus. Mahkota bunga berwarna kuning cerah, 5 helai, gundul, bundar telur terbalik, bendera dengan kuku sepanjang 1 — 2 mm. Benang sari 10, yang terpanjang lk. 1 cm; kurang lebih sama panjang dengan bakal buah dan tangkai putiknya.
Buah polong memipih, 15 — 30 cm × 12 — 16 mm, berbiji 20 — 30, dengan tepi yang menebal, pada akhirnya memecah. Biji bundar telur pipih, 6.5 — 8 mm × 6 mm, coklat terang mengkilap.

Kegunaan

Ditanam sebagai peneduh jalan
Johar sering ditanam dalam sistem pertanaman campuran (agroforestri), baik sebagai tanaman sela, tanaman tepi atau penghalang angin. Pohon ini acap ditanam sebagai penaung di perkebunan-perkebunan teh, kopi atau kakao. Akan tetapi perakarannya yang luas dapat berpotensi sebagai pesaing tanaman utama dalam perolehan unsur hara dan air, sehingga penanamannya harus dilakukan dengan hati-hati. Sekarang johar juga kerap ditanam sebagai pohon peneduh tepi jalan dan pohon hias di taman-taman, bahkan juga untuk merehabilitasi lahan pertambangan.
Kayu johar termasuk ke dalam kayu keras dan cukup berat (B.J. 0,6—1,01 pada kadar air 15%). Gubalnya berwarna keputihan, jelas terbedakan dari kayu terasnya yang coklat gelap hingga kehitaman, berbelang-belang kekuningan. Kayu terasnya sangat awet (kelas awet I), sedangkan gubalnya lekas rusak dimakan serangga. Kayu johar juga tergolong kuat (kelas kuat I atau II), sehingga disukai dalam pembuatan jembatan dan tiang bangunan. Warna dan motifnya yang indah menjadikan kayu ini digemari dalam pembuatan mebel dan panel dekoratif; sayangnya kayu johar tergolong sukar dikerjakan karena kekerasannya.
Johar menghasilkan kayu bakar yang baik, meskipun banyak mengeluarkan asap. Nilai kalorinya sebesar 4500-4600 Kkal/kg, sehingga kayu ini juga baik dijadikan arang. Pada masa silam, johar dimasukkan dan ditanam secara luas di Afrika untuk diperdagangkan kayunya.
Lukisan menurut Blanco
Daun-daun johar, bunga dan polongnya yang muda dapat dijadikan pakan ternak ruminansia, namun kandungan alkaloida di dalamnya terbukti toksik (beracun) bagi non-ruminansia seperti babi dan unggas. Akan tetapi setelah melalui perebusan dan penggantian airnya beberapa kali, daun-daun johar yang muda dan bunganya dapat dimanfaatkan sebagai sayuran dalam masakan lokal di Thailand dan Srilanka.
Johar juga menghasilkan zat penyamak dari pepagan, daun dan buahnya. Akarnya digunakan untuk mengobati cacingan dan sawan pada anak-anak. Kayu terasnya berkhasiat sebagai pencahar, dan rebusannya digunakan untuk mengobati kudis di Kamboja. Sementara di Jawa Tengah, teh johar yang dihasilkan dari rebusan daunnya dipakai sebagai obat malaria. Daun-daun dan bagian tumbuhan lainnya dari johar mengandung senyawa-senyawa kimia seperti antrakinona, antrona, flavona, serta aneka triterpenoida dan alkaloida, termasuk pula kasiadimina (cassiadimine).
Di Cina, johar ditanam sebagai tanaman inang untuk memelihara kutu lak. Sementara daun-daun johar sering pula dimanfaatkan sebagai pupuk hijau atau mulsa.

Ekologi dan perbanyakan

Asal-usul johar adalah dari Asia Selatan dan Tenggara. Tumbuhan ini telah dibudidayakan begitu lama, sehingga tanah asalnya yang pasti tidak lagi diketahui. Di Indonesia, johar diketahui tumbuh alami di Sumatra.
Johar dapat tumbuh baik pada pelbagai kondisi tempat; akan tetapi paling cocok pada dataran rendah tropika dengan iklim muson, dengan curah hujan antara 500—2800 mm (optimum sekitar 1000 mm) pertahun, dan temperatur yang berkisar antara 20—31 °C. Johar menyukai tanah-tanah yang dalam, sarang, dan subur, dengan pH antara 5,5—7,5. Tanaman ini tidak tahan dingin dan pembekuan, tidak bagus tumbuhnya di atas elevasi 1300 m dpl.
Perbanyakan terutama dilakukan dengan biji, yang biasanya langsung ditaburkan di lapangan. Biji-biji segar tidak memerlukan perlakuan pendahuluan, namun merendamnya dalam air dingin selama 12 jam akan mempercepat perkecambahan. Cara lain ialah dengan menyemaikannya lebih dulu, dan baru memindahkan anakannya ke lapangan setelah berumur 12-14 minggu (tinggi 25-30cm). Cara kedua ini meningkatkan peluang keberhasilan tumbuh anakan, terutama dalam menghadapi persaingan dengan gulma.
Untuk kepraktisan pengangkutannya, anakan dapat ditanam dalam bentuk stump; dengan batang yang dipangkas hingga tersisa sepanjang 10 cm dan akar sepanjang 30 cm, maksimal diameter batang adalah 1 cm.

BUAH BERENUK

?Berenuk
Habitus berenuk, Crescentia cujete
Habitus berenuk, Crescentia cujete
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
(tidak termasuk) Eudicots
(tidak termasuk) Asterids
Ordo: Lamiales
Famili: Bignoniaceae
Genus: Crescentia
L.
Spesies: C. cujete
Nama binomial
Crescentia cujete
Crescentia cujete
Berenuk (Crescentia cujete) adalah tumbuhan berbentuk pohon asal Amerika Tengah dan Amerika Selatan tropis. Daunnya tersusun khas, tiga berpasangan. Buahnya besar dan dapat dipakai sebagai bahan obat. Buah berenuk kerap dianggap sebagai buah maja.

Pemerian

Pohon, dapat mencapai 10 m; batang silindris, beralur, warna putih kehitaman; daun tersusun majemuk menyirip, tiap helainya lonjong, ujung meruncing, panjang 10-15 cm, bertangkai pendek; bunga tunggal keluar dari cabang atau ranting; buah tipe buni, bulat atau bulat telur; biji tipe kotak, berwarna coklat.

Pemanfaatan

Pengobatan

Buah berenuk.
Daun, batang, dan buah berenuk mengandung saponin dan polifenol, di samping itu buahnya juga mengandung flavonoid.
Daun berenuk berkhasiat sebagai obat luka baru dan daging buahnya untuk urus-urus. Untuk obat luka baru dipakai 10 gram daun berenuk, dicuci dan ditumbuk sampai halus, ditempelkan pada bagian yang luka dan dibalut dengan kain bersih. Daunnya dilaporkan dipakai sebagai obat hipertensi.
Buah dan bijinya yang diperas dipakai untuk mengobati diare, sakit perut, pilek, bronkitis, asma, dan susah buang air kecil.

Kerajinan

Buah berenuk dapat dibuat sebagai media kerajin

BUAH MAKASAR



?Buah makasar
Buah makasar
Buah makasar
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
(tidak termasuk) Eudicots
(tidak termasuk) Rosids
Ordo: Sapindales
Famili: Simaroubaceae
Genus: Brucea
Spesies: B. javanica
Nama binomial
Brucea javanica
[L.] Merr.
Sinonim
Sumber:[1][2]
  • B. amarissima Desv.
  • B. gracilis DC.
  • B. sumatrana Roxb.
  • Gonus amarissima Lour.
  • Lussa amarissima O. Ktze.
  • Rhus javanica L.
Buah makasar (Brucea javanica) disebut juga amber merica adalah perdu tegak menahun yang tumbuh meliar di hutan. Tumbuhan ini pahit, dan beracun. Pada dosis kecil, tumbuhan ini bersifat pencahar, dan dosis besar dapat menyebabkan keracunan akut.

Deskripsi

Buah makasar adalah perdu tegak, dengan tinggi 1-2,5 m, dan berambut halus berwarna kuning. Tumbuhan ini bisa juga disebut pohon kecil mengingat tumbuhan ini dapat mencapai 10 m tingginya.[3] Daunnya tunggal, dengan pertulangan daun menyirip, jumlah anak daunnya 5-13, letaknya berhadapan,[2] dan tersusun spiral.[3] Helaian daunnnya berbentuk bulat telur lonjong hingga lanset memanjang, ujungnya runcing, pangkalnya berbentuk baji, tepinya bergerigi kasar, permukaan atas berwarna hijau, sedangkan permukaan bawahnya berwarna hijau muda. Panjangnya 5-10 cm, dan lebarnya 2-4 cm.[1] Tulang daun sekondeng tidak bercabang dan berakhir di kelenjar daun.[3]
Perbungaannya muncul dari ketiak daun, berbulu, menggarpu kecil.[3] Adapun, tumbuhan ini berkelamin dua, dan terletak dalam malai yang padat, dengan warna ungu. Buahnya termasuk buah batu berbentuk bulat telur, dengan panjang 8 mm. Jika sudah masak, berwarna hitam, dan bijinya bulat, dan berwarna putih. Oleh A.P. Dharma, tumbuhan ini disebut amber merica, walaupun tumbuhan ini menghasilkan buah yang disebut biji makasar.[1][2]

Persebaran dan habitat

Buah makasar tumbuh tersebar dari Sri Lanka, India mengarah ke Indo Cina, Cina selatan, Taiwan, Thailand, Malesia ke Australia utara, tumbuhan ini jarang ditemui di Maluku, Papua,[4] dan Guinea Baru.[2] Persebaran yang terpecah-pecah di Malesia timur menandakan bahwa pohon ini telah diintroduksikan oleh orang beberapa tahun yang lalu. Dari sini, kemudian diintroduksikan lagi ke Mikronesia dan Fiji.[4]
Di Indonesia, tumbuhan ini tumbuh sebagai semak belukar atau tanaman pagar. Tumbuhan ini dapat diperbanyak dengan biji.[1] Buah makasar umumnya tumbuh di tempat terbuka seperti hutan sekunder ringan dan semak, pinggir hutan dan bahkan di tempat panas di tanah berpasir dan tanah kapur. Juga tumbuh di tempat yang beriklim muson dan lembab,[4] hingga 1-500 mdpl.[1]

Manfaat dan kemampuan

Menurut laporan awal, buah makasar mengandung brusamarin, kosamin, yatanin, brusealin, glukosa, dan yatanosid A dan B.[2] Tumbuhan ini juga mengandung fenol (seperti brusenol, dan asam bruseoleat) Bijinya mengandung brusatol, dan brusein A,B,C,D,E,G, dan H. Daging buahnya mengandung minyak lemak, asam oleat, asam linoleat, asam stearat, dan asam palmitoleat. Buah dan daunnya mengandung tanin.[1]

AKAR MANIS

Akar manis atau 'Licorice' atau 'Liquorice' adalah akar Glycyrrhiza glabra. Tanaman akar manis ini merupakan tanaman sejenis polong-polongan yang berasal dari Eropa Selatan dan beberapa bagian wilayah Asia. Nama liquorice berasal dari bahasa Yunani kuno yang artinya "akar manis". Akar manis termasuk tanaman tahunan berbentuk terna dan dapat tumbuh sampai satu meter dengan daun yang tumbuh seperti sayap (pinnate) yang panjangnya 7 sampai 15 cm. Daun-daunnya dapat berjumlah 9-17 helai dalam satu cabang. Bunga akar manis tersusun secara inflorescens (berkelompok dalam satu cabang),warnanya berkisar dari keunguan sampai putih kebiru-biruan serta berukuran panjang 0,8-1,2 cm. Buah akar manis berpolong dan berbentuk panjang sekitar 2-3 cm, dan mengandung biji.[1]

Produksi dan penggunaan

Akar manis tumbuh seperti rerumputan (semak) di sebagian wilayah Eropa bagian selatan (Glycyrrhiza glabra). Spesies lainnya adalah Licorice Amerika disebut G. lepidopta yang tumbuh di Amerika Utara dan Licorice Cina (G.uralensis) yang banyak dipakai dalam bahan obat-obatan Cina.
Akar manis tumbuh dengan baik di tanah yang dalam, subur, cukup air dan dalam iklim yang penuh cahaya matahari. Biasanya dipanen pada musim gugur 2 atau 3 tahun setelah penanaman.[1]
Ekstrak akar manis didapat dengan cara merebus akar tanamannya dan menguapkan airnya, dapat dijual dalam bentuk bubuk ataupun sirup (cair). Zat yang terkandung di dalamnya adalah glycyrrhizin, yang sangat manis, 50 kali lebih manis daripada gula dan memiliki khasiat pengobatan. Spesies G.uralensis adalah jenis akar manis yang paling banyak mengandung zat ini.

Penggunaan dalam kuliner

Rasa akar manis lebih bervariasi jika dibuat dalam bentuk permen. Produk permen ini sangat terkenal di Inggris yaitu Liquorice allsorts (permen licorice khas Inggris). Konsumen di daratan Eropa lebih menyukai permen akar manis yang sedikit asin. Walau kebanyakan produk itu memiliki rasa akar manis ternyata kandungan terbanyaknya adalah minyak adas manis.
Di Belanda, permen akar manis disebut "Drop" dan sangat digemari masyarakatnya. Produk permen akar manis Belanda mengandung lebih sedikit kandungan adas manis walau digunakan juga campuran bahan lain seperi menthol dan daun salam (bay leaf) sehingga menciptakan rasa yang agak asin.[2]
Licorice juga digunakan dalam komposisi minuman ringan umpamanya root beer dan teh-teh herbal yang berasa manis. Rasa licorice yang manis sangat berguna untuk menghilangkan bau-bau yang tidak sedap dalam obat-obatan. Orang Belanda seringkali membuat minuman beraroma licorice (dropwater) dengan menaruh beberapa bagian permen licorice yang mengandung laurel (daun salam) dengan potongan akar tanaman licorice di dalam botol berisi air lalu mengocoknya sampai berbuih.
Di Italia, yang juga tempat tumbuh licorice alami, masyarakatnya mengonsumsi licorice dengan mencabutnya dari tanah dan langsung mengunyahnya sebagai penyegar mulut. Warga Italia menyukai licorice yang tidak diberi pemanis sehingga 100% murni, namun dengan rasa yang pahit. Orang Siria menggunakan licorice sebagai minuman maupun permen. Menurut Departemen Database Pangan Amerika Serikat licorice hitam mengandung 100 kalori per ons (928 gram).[3]
Dalam kuliner Cina, licorice digunakan sebagai rempah pada makanan pedas. Sering juga ditambahkan dalam campuran kaldu dan kecap.

Aspek biomedis

Kandungan senyawa organik aktif pada akar manis berupa asam glisiretinat merupakan penghambat enzim 11β-hydroxysteroid dehydrogenase (11β-OHSD) type 2 yang berfungsi mengubah hormon kortisol menjadi hormon kortison. Konsumsi berlebihan dianggap dapat menimbulkan simtoma diuresis dan lebih lanjut menyebabkan tekanan darah tinggi.[4]

Galeri

ANGSANA

Angsana atau sonokembang (Pterocarpus indicus) adalah sejenis pohon penghasil kayu berkualitas tinggi dari suku Fabaceae (=Leguminosae, polong-polongan). Kayunya keras, kemerah-merahan, dan cukup berat, yang dalam perdagangan dikelompokkan sebagai narra atau rosewood.[2]
Di pelbagai daerah, angsana dikenal dengan nama-nama yang mirip: asan (Aceh); sena, sona, hasona (Batak); asana, sana, langsano, lansano (Min.); angsana, babaksana (Btw.); sana kembang (Jw., Md.). Namun juga, nara (Bima, Seram), nar, na, ai na (Tim.), nala (Seram, Haruku), lana (Buru), lala, lalan (Amb.), ligua (Ternate, Tidore, Halm.), linggua (Maluku) dan lain-lain.[3]
Sebutan di negara-negara yang lain, di antaranya: apalit (Filipina), pradu (Thailand), chan dêng (Laos), padauk, sena, ansanah (Burma), Malay padauk, red sandalwood, amboyna (bahasa Inggris), serta santal rouge, amboine (bahasa Perancis).[2]

Daftar isi

Pengenalan

Pohon angsana
Pohon, yang kadang-kadang menjadi raksasa rimba, tinggi hingga 40m dan gemang mencapai 350cm.[2] Batang sering beralur atau berbonggol; biasanya dengan akar papan (banir). Tajuk lebat serupa kubah, dengan cabang-cabang yang merunduk hingga dekat tanah. Pepagan (kulit kayu) abu-abu kecoklatan, memecah atau serupa sisik halus, mengeluarkan getah bening kemerahan apabila dilukai.[4]
Daun majemuk menyirip gasal, panjang 12-30 cm. Anak daun 5-13, berseling pada poros daun, bundar telur hingga agak jorong, 6-10 × 4-5 cm, dengan pangkal bundar dan ujung meruncing, hijau terang, gundul, dan tipis.[4]
Buah angsana
Bunga-bunga berkumpul dalam malai di ketiak, 9-15 cm panjangnya. Bunga berkelamin ganda, berwarna kuning dan berbau harum semerbak, berbilangan-5. Kelopak serupa lonceng, berdiameter 6mm, dua taju teratas lebih besar dan kadang-kadang menyatu. Mahkota lepas-lepas, berkuku, bendera bundar telur terbalik atau seperti sudip. Benang sari 10 helai, yang teratas lepas atau bersatu.[4]
Buah polong bundar pipih, dikelilingi sayap tipis seperti kertas, lk. 6cm diameternya, tidak memecah ketika masak. Biji 1-4 butir.[4] Polong akan masak dalam waktu 4-6 bulan, berwarna kecoklatan ketika mengering. Bagian tengah polong gundul pada forma indicus dan berbulu sikat pada forma echinatus (Pers.) Rojo. Ada pula bentuk-bentuk antaranya.[5]

Ekologi dan persebaran

Lukisan menurut Blanco
Tak seperti anggota marga Pterocarpus yang lain, yang menyukai wilayah ugahari, angsana menyukai lingkungan hutan hujan tropika. Secara alami, pohon ini ditemukan mulai dari Burma bagian selatan, melewati Asia Tenggara dan Kepulauan Nusantara hingga ke Pasifik barat, termasuk di Cina selatan, Kep. Ryukyu, dan Kep. Solomon.[6]
Di Jawa, pada masa lalu banyak ditemukan tumbuh tersebar di hutan-hutan hingga ketinggian 500m dpl., terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Kalimantan didapati tumbuh liar di rawa-rawa pantai, di sepanjang aliran sungai pasang surut. Buahnya yang tua dan mengering, disebarkan oleh angin, aliran air dan arus laut.[4]
Angsana biasa ditanam orang untuk berbagai keperluan. Pohon ini mudah diperbanyak dengan biji maupun dengan stek cabang dan rantingnya. Kini angsana juga telah menyebar luas hingga ke Afrika, India, Srilanka, Taiwan, Okinawa, Hawaii dan Amerika Tengah.[2]

Pemanfaatan

Angsana yang ditanam untuk pagar hidup
Kuat dan awet, serta tahan cuaca, kayu sonokembang (narra) dapat digunakan dalam konstruksi ringan maupun berat. Dalam bentuk balok, kasau, papan dan panil kayu yang lain untuk rangka bangunan, penutup dinding, tiang, pilar, jembatan, bantalan rel kereta api, kayu-kayu penyangga, untuk konstruksi perairan bahari dan lain-lain.[2]
Warna dan motif serat kayunya yang indah kemerah-merahan, menjadikan kayu sonokembang sebagai kayu pilihan untuk pembuatan mebel, kabinet berkelas tinggi, alat-alat musik, lantai parket, panil kayu dekoratif, gagang peralatan, serta untuk dikupas sebagai venir dekoratif untuk melapisi kayu lapis dan meja berharga mahal. Sifat kembang susutnya yang rendah setelah kering, menjadikan kayu ini cocok untuk pembuatan alat-alat yang membutuhkan ketelitian.[2]
Batang yang terserang penyakit sehingga berkenjal (monggol) menghasilkan kayu yang kuat dan bermotif bagus, yang terkenal sebagai “amboyna”.[2] Istilah ini berasal dari nama tempat Ambon, yang pada masa silam banyak mengeluarkan kayu termaksud yang diperdagangkan sebagai linggua, kayu buku atau kayu akar (Bld.: wortelhout). Namun sebenarnya kayu berpenyakit ini, yang serupa dengan kayu gembol pada pohon jati, terutama dihasilkan oleh wilayah timur Pulau Seram.[3]
Getah yang keluar dari pepagan akan mengental dan berwarna merah gelap, yang disebut kino atau sangre de drago (darah naga), dan memiliki daya obat (astringensia). Secara tradisional, pepagan pohon ini biasa direbus dan airnya digunakan untuk menghentikan murus (diare) atau sebagai obat kumur untuk menyembuhkan sariawan, dan juga untuk mengobati migren.[7] Air rendaman daun-daunnya digunakan untuk keramas agar rambut tumbuh lebih baik; sementara daun mudanya yang dilayukan digunakan untuk mempercepat masaknya bisul.[3] Kino dan ekstrak daun angsana juga dilaporkan memiliki khasiat untuk mengendalikan tumor dan kanker. [8] Ekstrak getah batang angsana dapat pula dijadikan penyembuhan untuk keracunan. Efek tumbuhan ini mirip dengan tumbuhan gambir, tapi jarang diketahui.[7]
Angsana juga sering ditanam sebagai pagar hidup dan pohon pelindung di sepanjang tepi kebun wanatani. Perakarannya yang baik dan dapat mengikat nitrogen, mampu membantu memperbaiki kesuburan tanah. Karena tajuknya yang rindang, angsana kemudian juga populer sebagai tanaman peneduh dan penghias tepi jalan di perkotaan, khususnya di Asia Tenggara.[2] Akan tetapi pohon-pohon angsana yang ditanam di tepi jalan, kebanyakan berasal dari stek batang yang berakar dangkal, sehingga mudah tumbang. Lagipula, pohon-pohon peneduh yang sering mengalami pemangkasan akan menumbuhkan cabang-cabang baru (trubusan) yang rapuh dan mudah patah; dengan demikian perlu berhati-hati bila menanamnya di daerah yang banyak berangin.

Sifat-sifat kayu

Venir kayu sonokembang dengan pola khasnya
Kayu narra (Pterocarpus spp.) termasuk kayu keras hingga keras-sedang, berat-sedang, liat dan lenting. Berat jenisnya sekitar 0.55-0.94 pada kadar air 15%. Kayu terasnya tahan lama, termasuk dalam penggunaan yang berhubungan dengan tanah, dan tahan terhadap serangan rayap; namun sukar dimasuki bahan pengawet.[2]
Kayu teras narra berwarna kekuning-kuningan coklat muda hingga kemerah-merahan coklat, dengan coreng-coreng berwarna lebih gelap. Kayu gubal jelas terbedakan, berwarna kuning jerami pucat hingga kelabu cerah. Tekstur kayu berkisar antara halus-sedang hingga kasar-sedang, dengan urat kayu yang bertautan atau bergelombang. Kayu ini berbau harum dan mengandung santalin, suatu komponen kristalin merah yang menyusun bahan warna utama[2]
Pada umumnya kayu narra mudah dikerjakan dan tidak merusak gigi gergaji. Sifat kayu ini sangat baik untuk dibubut dan dipahat; cukup baik untuk diampelas, dipelitur dan direkat. Tergolong baik untuk dipaku dan disekrup, namun papan narra yang tipis agak mudah pecah apabila dipaku.[2]

Perdagangan dan konservasi

Pada masa silam, kayu sonokembang merupakan salah satu kayu yang digemari penduduk Indonesia, baik karena kualitas kayunya, keindahan motifnya, maupun karena ukurannya yang besar.[3] Karena telah hampir punah di alam, kini Indonesia praktis tidak lagi menghasilkan kayu ini dalam aras yang berarti secara ekonomi.
Nasib yang hampir serupa juga dialami oleh Filipina, Papua Nugini dan Thailand; tiga negara produsen utama kayu sonokembang. Berjaya mengekspor kayu narra hingga 3 juta kg di tahun 1985, produksi kayu ini terus menurun di Filipina sehingga pada dua tahun berikutnya tinggal 0,4 juta kg yang bisa diekspor. Di Papua Nugini, karena mahal nilainya, ekspor kayu ini dilarang terkecuali setelah diolah. Sementara Thailand pada tahun 1990 telah memerlukan tambahan pasokan kayu ini dari Burma dan beberapa negara di Indocina, agar ekspor kayu narra gergajian yang dilakukannya bisa tetap berlangsung. Eksploitasi yang tinggi, yang tidak diimbangi oleh kemampuan regenerasi tegakan di alam, diduga menjadi salah satu penyebab utama penyusutan populasi angsana di alam. Sebab yang lain ialah hilangnya habitat alami angsana oleh karena perladangan. Bahkan pohon ini diduga telah habis di habitat alaminya di Semenanjung Malaya.[2]
Mengingat tekanan yang tinggi atas populasinya di alam, sejak 1998 Badan Konservasi Dunia IUCN telah memasukkan Pterocarpus indicus ke dalam kategori Rentan (VU, vulnerable).[9]